Selasa, 02 Oktober 2018

Cerpen

Menemukan Dompet
Sudah beberapa bulan aku menunggu panggilan kerja. Rasanya hariku pilu bingung tanpa arah. Kerjaanku hanya luntang-lantung di rumah. Aku bingung harus ngapain. Ingin usaha tapi tak punya modal. Suatu hari, kuniatkan untuk bertemu teman-temanku, sekedar berbagi tentang masalahku ini.
Saat jalan menuju rumah temanku, di samping jalan sedikit ujung dari trotoar, aku melihat sebuah dompet berwarna hitam. Kuhampiri dompet itu, kubuka, dan kulihat isinya. KTP, SIM A, beberapa surat- surat penting, tabungan yang isinya fantastis, dan sebuah kartu kredit. Dalam pikiranku muncul suara agar aku menggunakan isi dalam dompet itu.
Tapi tidak, aku harus mengembalikan dompet ini pada pemiliknya. Tak selang berapa lama setelah aku pulang dari rumah temanku, kukembalikan dompet itu. Bermodalkan alamat di KTP, aku menemukan rumahnya di perumahan elit dekat dengan hotel Grand Palace. Kupencet bel dan kemudian dibuka oleh tukang kebun yang bekerja di rumah itu.
“Permisi, Pak. Benarkah ini alamat Pak Budi?” Tanyaku.
“Iya benar. Anda siapa, ya?” Tanya tukang kebun.
“Saya Adi, ingin bertemu dengan Pak Budi. Ada urusan penting.”
“Baiklah silakan masuk, kebetulan bapak ada di dalam,” Pinta tukang kebun.
Aku masuk dengan malu-malu ke dalam rumah megah pemilik dompet yang kutemukan.
“Ada apa? Siapa Kamu?” Tanya pemilik rumah itu kepadaku.
“Saya Adi, Pak. Mohon maaf sebelumnya, saya menemukan dompet Bapak di trotoar dekat hotel.”
“Oh, ya silakan duduk, Nak!”
Aku duduk di dekat beliau dan menyerahkan dompet yang kutemukan tersebut.
“Kau tinggal di mana, Nak? Dan bekerja di mana?” Tanyanya dengan penasaran.
“Di kompleks Asri Cempaka, Pak. Saya masih ngganggur sudah berbulan – bulan melamar tapi belum dapat panggilan.” Tambahku.
“Kau sarjana apa?” Tanyanya.
“Ekonomi Manajemen, Pak.” Jawabku.
“Oke baiklah, Nak. Di perusahaan Bapak sedang membuthkan staff administrasi. Barangkali jika kamu tertarik bisa ke kantor saya besok pagi jam 9. Ini kartu nama saya.” Sambung Pak Adi sambil menyodorkan kartu namanya padaku.
“Sungguh, Pak?”
“Iya, Nak. Saya membutuhkan karyawan yang penuh dedikasi dan jujur seperti dirimu ini.”
“ Terima kasih banyak, Pak.” Kataku tidak percaya, ini seperti keajaiban.

Cerpen

Menemukan Dompet
Sudah beberapa bulan aku menunggu panggilan kerja. Rasanya hariku pilu bingung tanpa arah. Kerjaanku hanya luntang-lantung di rumah. Aku bingung harus ngapain. Ingin usaha tapi tak punya modal. Suatu hari, kuniatkan untuk bertemu teman-temanku, sekedar berbagi tentang masalahku ini.
Saat jalan menuju rumah temanku, di samping jalan sedikit ujung dari trotoar, aku melihat sebuah dompet berwarna hitam. Kuhampiri dompet itu, kubuka, dan kulihat isinya. KTP, SIM A, beberapa surat- surat penting, tabungan yang isinya fantastis, dan sebuah kartu kredit. Dalam pikiranku muncul suara agar aku menggunakan isi dalam dompet itu.
Tapi tidak, aku harus mengembalikan dompet ini pada pemiliknya. Tak selang berapa lama setelah aku pulang dari rumah temanku, kukembalikan dompet itu. Bermodalkan alamat di KTP, aku menemukan rumahnya di perumahan elit dekat dengan hotel Grand Palace. Kupencet bel dan kemudian dibuka oleh tukang kebun yang bekerja di rumah itu.
“Permisi, Pak. Benarkah ini alamat Pak Budi?” Tanyaku.
“Iya benar. Anda siapa, ya?” Tanya tukang kebun.
“Saya Adi, ingin bertemu dengan Pak Budi. Ada urusan penting.”
“Baiklah silakan masuk, kebetulan bapak ada di dalam,” Pinta tukang kebun.
Aku masuk dengan malu-malu ke dalam rumah megah pemilik dompet yang kutemukan.
“Ada apa? Siapa Kamu?” Tanya pemilik rumah itu kepadaku.
“Saya Adi, Pak. Mohon maaf sebelumnya, saya menemukan dompet Bapak di trotoar dekat hotel.”
“Oh, ya silakan duduk, Nak!”
Aku duduk di dekat beliau dan menyerahkan dompet yang kutemukan tersebut.
“Kau tinggal di mana, Nak? Dan bekerja di mana?” Tanyanya dengan penasaran.
“Di kompleks Asri Cempaka, Pak. Saya masih ngganggur sudah berbulan – bulan melamar tapi belum dapat panggilan.” Tambahku.
“Kau sarjana apa?” Tanyanya.
“Ekonomi Manajemen, Pak.” Jawabku.
“Oke baiklah, Nak. Di perusahaan Bapak sedang membuthkan staff administrasi. Barangkali jika kamu tertarik bisa ke kantor saya besok pagi jam 9. Ini kartu nama saya.” Sambung Pak Adi sambil menyodorkan kartu namanya padaku.
“Sungguh, Pak?”
“Iya, Nak. Saya membutuhkan karyawan yang penuh dedikasi dan jujur seperti dirimu ini.”
“ Terima kasih banyak, Pak.” Kataku tidak percaya, ini seperti keajaiban.

Cerpen

Menemukan Dompet
Sudah beberapa bulan aku menunggu panggilan kerja. Rasanya hariku pilu bingung tanpa arah. Kerjaanku hanya luntang-lantung di rumah. Aku bingung harus ngapain. Ingin usaha tapi tak punya modal. Suatu hari, kuniatkan untuk bertemu teman-temanku, sekedar berbagi tentang masalahku ini.
Saat jalan menuju rumah temanku, di samping jalan sedikit ujung dari trotoar, aku melihat sebuah dompet berwarna hitam. Kuhampiri dompet itu, kubuka, dan kulihat isinya. KTP, SIM A, beberapa surat- surat penting, tabungan yang isinya fantastis, dan sebuah kartu kredit. Dalam pikiranku muncul suara agar aku menggunakan isi dalam dompet itu.
Tapi tidak, aku harus mengembalikan dompet ini pada pemiliknya. Tak selang berapa lama setelah aku pulang dari rumah temanku, kukembalikan dompet itu. Bermodalkan alamat di KTP, aku menemukan rumahnya di perumahan elit dekat dengan hotel Grand Palace. Kupencet bel dan kemudian dibuka oleh tukang kebun yang bekerja di rumah itu.
“Permisi, Pak. Benarkah ini alamat Pak Budi?” Tanyaku.
“Iya benar. Anda siapa, ya?” Tanya tukang kebun.
“Saya Adi, ingin bertemu dengan Pak Budi. Ada urusan penting.”
“Baiklah silakan masuk, kebetulan bapak ada di dalam,” Pinta tukang kebun.
Aku masuk dengan malu-malu ke dalam rumah megah pemilik dompet yang kutemukan.
“Ada apa? Siapa Kamu?” Tanya pemilik rumah itu kepadaku.
“Saya Adi, Pak. Mohon maaf sebelumnya, saya menemukan dompet Bapak di trotoar dekat hotel.”
“Oh, ya silakan duduk, Nak!”
Aku duduk di dekat beliau dan menyerahkan dompet yang kutemukan tersebut.
“Kau tinggal di mana, Nak? Dan bekerja di mana?” Tanyanya dengan penasaran.
“Di kompleks Asri Cempaka, Pak. Saya masih ngganggur sudah berbulan – bulan melamar tapi belum dapat panggilan.” Tambahku.
“Kau sarjana apa?” Tanyanya.
“Ekonomi Manajemen, Pak.” Jawabku.
“Oke baiklah, Nak. Di perusahaan Bapak sedang membuthkan staff administrasi. Barangkali jika kamu tertarik bisa ke kantor saya besok pagi jam 9. Ini kartu nama saya.” Sambung Pak Adi sambil menyodorkan kartu namanya padaku.
“Sungguh, Pak?”
“Iya, Nak. Saya membutuhkan karyawan yang penuh dedikasi dan jujur seperti dirimu ini.”
“ Terima kasih banyak, Pak.” Kataku tidak percaya, ini seperti keajaiban.

Cerpen

Menemukan Dompet
Sudah beberapa bulan aku menunggu panggilan kerja. Rasanya hariku pilu bingung tanpa arah. Kerjaanku hanya luntang-lantung di rumah. Aku bingung harus ngapain. Ingin usaha tapi tak punya modal. Suatu hari, kuniatkan untuk bertemu teman-temanku, sekedar berbagi tentang masalahku ini.
Saat jalan menuju rumah temanku, di samping jalan sedikit ujung dari trotoar, aku melihat sebuah dompet berwarna hitam. Kuhampiri dompet itu, kubuka, dan kulihat isinya. KTP, SIM A, beberapa surat- surat penting, tabungan yang isinya fantastis, dan sebuah kartu kredit. Dalam pikiranku muncul suara agar aku menggunakan isi dalam dompet itu.
Tapi tidak, aku harus mengembalikan dompet ini pada pemiliknya. Tak selang berapa lama setelah aku pulang dari rumah temanku, kukembalikan dompet itu. Bermodalkan alamat di KTP, aku menemukan rumahnya di perumahan elit dekat dengan hotel Grand Palace. Kupencet bel dan kemudian dibuka oleh tukang kebun yang bekerja di rumah itu.
“Permisi, Pak. Benarkah ini alamat Pak Budi?” Tanyaku.
“Iya benar. Anda siapa, ya?” Tanya tukang kebun.
“Saya Adi, ingin bertemu dengan Pak Budi. Ada urusan penting.”
“Baiklah silakan masuk, kebetulan bapak ada di dalam,” Pinta tukang kebun.
Aku masuk dengan malu-malu ke dalam rumah megah pemilik dompet yang kutemukan.
“Ada apa? Siapa Kamu?” Tanya pemilik rumah itu kepadaku.
“Saya Adi, Pak. Mohon maaf sebelumnya, saya menemukan dompet Bapak di trotoar dekat hotel.”
“Oh, ya silakan duduk, Nak!”
Aku duduk di dekat beliau dan menyerahkan dompet yang kutemukan tersebut.
“Kau tinggal di mana, Nak? Dan bekerja di mana?” Tanyanya dengan penasaran.
“Di kompleks Asri Cempaka, Pak. Saya masih ngganggur sudah berbulan – bulan melamar tapi belum dapat panggilan.” Tambahku.
“Kau sarjana apa?” Tanyanya.
“Ekonomi Manajemen, Pak.” Jawabku.
“Oke baiklah, Nak. Di perusahaan Bapak sedang membuthkan staff administrasi. Barangkali jika kamu tertarik bisa ke kantor saya besok pagi jam 9. Ini kartu nama saya.” Sambung Pak Adi sambil menyodorkan kartu namanya padaku.
“Sungguh, Pak?”
“Iya, Nak. Saya membutuhkan karyawan yang penuh dedikasi dan jujur seperti dirimu ini.”
“ Terima kasih banyak, Pak.” Kataku tidak percaya, ini seperti keajaiban.

Batik

Selasa, 2 Oktober 2018 merupakan Hari Batik Nasional.
Perayaan ini berawal dari ditetapkannya batik sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan nonbendawi oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009 lalu.
Kini, beragam lapisan masyarakat tak hanya mengenakan batik saat menghadiri acara formal.
Dalam bahasa Jawa, batik ditulis “bathik”. Dengan demikian, pengertian batik adalah seni lukis di atas kain dengan menggoreskan malam (lilin) pada alat bernama canting. Kerajinan batik di Tanah Air dipercaya sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit, kemudian meluas ke berbagai daerah dan khususnya ke Pulau Jawa setelah akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19.
Walaupun nama batik berasal dari bahasa Jawa, teknik batik diduga berasal dari Mesir Kuno atau Sumeria lebih dari 1.000 tahun lalu. Teknik serupa batik juga merambah Tiongkok, India, Jepang, Afrika, dan Senegal ribuan tahun lalu, hingga ke Indonesia.

Senin, 02 April 2018

PUISI PAHLAWAN


Untukmu Pahlawan Indonesiaku

Demi negri…

Engkau korbankan waktumu
Demi bangsa…
Rela kau taruhkan nyawamu
Maut menghadang di depan
Kau bilang itu hiburan 

Tampak raut wajahmu
Tak segelintir rasa takut
Semangat membara di jiwamu
Taklukkan mereka penghalang negri 

Hari-hari mu di warnai
Pembunuhan dan pembantaian
Dan dihiasi Bunga-bunga api
Mengalir sungai darah di sekitarmu
Bahkan tak jarang mata air darah itu
Yang muncul dari tubuhmu
Namun tak dapat…
Runtuhkan tebing semangat juangmu 

Bambu runcing yang setia menemanimu
Kaki telanjang yang tak beralas
Pakaian dengan seribu wangian
Basah di badan keringpun di badan
Yang kini menghantarkan indonesia

Kedalam istana kemerdekaan

GEMPA BUMI


Waktu itu malam hari. Suasana rumahku sepi. Ayah sedang duduk di kursi Ibu sedang di kamar mandi. Aku sedang nonton TV. Tiba-Tiba seisi rumah bergerak sendiri. Tubuhku seperti di goyang - goyang. Lampu gantung seperti terbang. Kita semua ketakutan.

" Ada gempa...! ada gempa....! Ayo keluar....! ayo keluar!" suara ayah terbata - bata.

 Kami semua keluar rumah. Tetangga juga keluar semua. Mereka berkumpul dan bercerita. Tentang gempa yang terjadi. Mereka saling berbicara dan menanggapi. Ada yang berkata, bahwa gempa bumiterjadi karena gunung berapi. Adayang berkata pula, bahwa gampa bumi terjadi karena kehendak illahi. Sebagai peringatan bagi orang - orang beriman. Agar tidak melupakan kewajiban. Tidak terasa hari sudah larut malam. Semua kembali kerumah masing - masing. Kami segera masuk ke rumah lagi, esok hari harus bangun pagi

Pahlawan Pendidikan

Dunia kami yang dahulu kosong
Dunia kami yang dahulu gelap penuh dengn kepedihan
tak pernah tersentuh oleh cahaya
Kosong, Hampa, dan gelaplah yang ada
Tak bisa apa-apa, tak bisa kemana-mana

sejak kau datang hari itu
Dunia kami penuh dengan warna
Dunia kami yang dahulu hampa
kau penuhi dengan goresan garis, kata dan gambar
Kami yang dahulu tidak berani hanya untuk bermimpi
Kini kami mulai memiliki mimpi-mimpi itu
Karena kau yang mengajarkan kami
Tentang warna-warna yang indah
Tentang garis-garis yang harus dilukis di kanvas
Juga tentang kata-kata yang tak pernah berkakhir

Terimakasih pahlawan pendidikan
Atas semua kebaikan hatimu
Berkat mulah kami bisa memperbaiki dunia ini
Berkat mulah kami bisa merubah nasib ini
Sehingga apa yang tak mungkin menjadi mungkin
Hanya ucapan terakhir dari mulutku ini
Kau yang selalu di hati.
Bakarlah selalu jiwamu itu
SEEKOR ANJING (fabel)

Pagi yang begitu patah dengan rasa si Anjing dalam menanamkan hatinya pada kupu-kupu yang sedang menari-nari di taman saat si Anjing menjaga rumah majikannya yang bernama pak Bolot. Keharuan si Anjing datang di saat tarian kupu-kupu semakin indah dan semakin lucu.
Si Anjing mencoba untuk menirukan tarian kupu-kupu, namun tidak dapat dicapainya. Anjing berkata.
“Kenapa aku tidak bisa seperti mereka., padahal kata pak Bolot aku cantik?” kata si Anjing kesal
“Percuma aku cantik kalau tidak dapat menari.” Si Anjing tetap mencoba menirukan kupu-kupu tetapi ia tetap tidak bisa.
Dengan keharuan itu si Anjing menangis. Si Kupu menangkap suara tangisan si Anjing, lalu mendekatinya.
“Anjing, kenapa kau menangis?” tanya si Kupu.
“Aku tidak bisa menari dan terbang sepertimu! Padahal kata majikanku aku sangat cantik.” Jawab si Anjing. Si Kupu mencoba menasehati si Anjing. Tidak lama kemudian turunlah hujan. Si Kupu bersama teman-temannya segera pergi mencari tempat berteduh.
Setelah beberapa hari. Si Anjing merusak taman di sekitar rumah pak Bolot, agar si Kupu bersama teman-temannya tidak lagi dapat menari-nari di taman. Setelah beberapa lama, datanglah si Kupu bersama teman-temannya. Si Kupu melihat si Anjing yang sedang merusak taman menjadi marah.
“Tunggu…, kenapa kamu merusak taman disini?” tanya si Kupu
“Memangnya kenapa? Ini kan tama milik majikanku? Bukan milikmu?”
“Memang ini bukan tamanku! Tapi kau telah merusak tanaman yang tidak bersalah!” pertengkaran semakin ramai, namun sedikit mereda ketika pak Bolot datang dengan wajah marah karena melihat tamannya yang indah menjadi berantakan.
“Siapa yang telah merusak tamanku ini?” tanya pak Bolot. Si Anjing kemudian mengaku kalau ia yang merusak taman. Ia juga memberikan alasannya.
Ternyata si Anjing telah menganggap kalau kupu-kupu telah mencuri madu yang ada pada bunga. Pak Bolot tersenyum, ia kemudian menjelaskan bahwa kupu-kupu tidak mencuri madu. Pandai menari, terbang dan menghisap madu adalah kodrat setiap kupu-kupu. Si Anjing kini sadar akan kesalahannya. Ia segera minta maaf pada si Kupu dan teman-temannya, maupun pada pak Bolot.

Perahu kertas (resensi)

Identitas Novel
Judul Novel : Perahu Kertas
Penulis Novel : Dewi Lestari
Penerbit Novel : Bentang Pustaka Yogyakarta
Tahun Terbit : 2009
Tebal Buku : 444 halaman
Cetakan : VIII

Sinopsis Novel Perahu Kertas

Perahu kertas merupakan sebuah novel karya Dewi Lestari. Novel ini merupakan karya penulis yang ke-6. Novel ini bertemakan persahabatan dan percintaan kehidupan seorang remaja modern.
Novel Perahu Kertas menceritakan tentang seorang remaja yang bernama Keenan yang baru saja lulus dari SMA di Amsterdam dan terpaksa pulang ke Indonesia untuk kuliah di Bandung.
Ia kuliah disana dikarenakan ayahnya menginginkan Keenan menjadi seorang pebisnis, namun pada kenyataannya Keenan sendiri ingin menjadi seorang pelukis yang mana bakat tersebut ia miliki dari ibunya.
Di sisi lain Kugy adalah seorang wanita remaja yang mempunyai cita-cita menjadi seorang juru dongeng. Namun dia tetap melanjutkan pendidikannya di Fakultas Sastra.
Keduanya dipertemukan oleh Noni dan Eko. Eko adalah sahabat dari Keenan dan sedangkan Noni adalah sahabat dari Kugy. 
Kemudian Kugy dan Keenan berkenalan dan akhirnya bersahabat. Tanpa disadari kedekatan mereka menumbuhkan rasa saling suka satu sama lain. Akan tetapi keduanya tidak pernah ada yang ingin mengungkapkannya.
Persahabatan antara Keenan dan Kugy kini mulai merenggang ketika Noni berniat akan menyomblangkan Keenan dengan sepupunya, Wanda. 
Mengetahui hal itu, Kugy merasa cemburu namun dia memendam rasa cemburu ini. Sejak saat itu Keenan dan Kugy jarang sekali untuk bertemu. Kugy mencoba untuk menyibukkan diri dengan menjadi guru relawan di salah satu sekolah darurat, yaitu sekolah Alit.
Disana Kugy mendapatkan kebahagiaan bersama murid-muridnya dan adalah salah satu dari muridnya yang nakal namun mempunyai kepintaran yang sangat luar biasa, Pilik Namanya.
Setiap harinya Kugy bermain dengan murid-muridnya di sekolah darurat tersebut. Sedangkan Keenan masih tetap melanjutkan hobunya melukis hingga beberapa lukisannya berhasil terjual.
Namun suatu hari, dia mengetahui bahwa yang selama ini membeli lukisannya ternyata adalah Wanda. Pada hari itu hubungan Keenan dan Wanda hancur begitu saja.
Kemudian Keenan meninggalkan Jakarta dan menuju ke Pulau Dewata Bali ke tempat Pak Wayan yang merupakan mantan pacar dari ibunya. Disana dia bertemu dengan seorang gadis yang lembut dan anggun, Luhde namanya.
Setiap hari Keenan masih terpuruk namun Luhde selalu menyemangati Keenan agar tetap meneruskan mimpinya menjadi seorang pelukis.
Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun dan akhirnya Kugy merasa kesepian tanpa sahabat-sahabatnya. Kemudian dia mencoba untuk melamar pekerjaan di kantor milik sahabat abangnya, Karel.
Pemilik kantor tersebut bernama Remigius Aditya. Beberapa ia bekerja, Kugy mampu meningkatkan kualitas perusahaan tersebut dengan ide-idenya. 
Remigius merasa jatuh hati pada Kugy karena kecerdasan yang ia miliki. Akhirnya Kugy menerima cintanya dan mereka pacaran.
Ayah Keenan kondisinya semakin memburuk yang membuat Keenan harus kembali ke Jakarta dan berkewajiban untuk meneruskan perusahaan ayahnya tersebut.
Keadaan tersebut membuat Kenaan dan Kugy akhirnya bertemu kembali dan bahkan bersama dengan Eko dan Noni.
Persahabatan dulu kembali terjalin dan mereka akhirnya bersama-sama lagi. Hingga suatu saat Keenan mengetahui bahwa Kugy telah memendam rasa terhadap dirinya sejak dulu, sama seperti apa yang ia rasakan. Persahabatan antara Kenaan dan Kugy berujung hingga pernikahan.

Rabu, 17 Januari 2018

Puisi Kemenangan

gemeruh suara bersorakan
sorak sorai jelata menyeruak
menggelegar sampai terdengar di ufuk barat
pengang dirasa tak tertahankan
kurasa kau tak kan percaya
andai kau melihat semua ini

ku lihat benda berkilau keemasan
saking berharganya sampai menyilaukan mata
jikalau dewi keberuntngan berada di pihakku
tidak akan mungkin akan semudah ini
terimakasih tuhan doaku telah terkabul
mimpiku menjadi kenyataan

ku naik ke podium mengangkat segenggam harapan
diriku tak kuat lagi menahannya
airmataku tertetes diatas bahuku
segala jerit payahku tlah terbayarkan
terimakasih tuhan atas kesempatan ini